Join VSI yuuukk, Bisnis Murah dan Mudah

Indo Vpay

Senin, 08 Desember 2008

Mitral Stenosis

SUB KOMITE KEPERAWATAN

FORMAT JOURNAL READING

NAMA NERS : Eny listiowati

UNIT/LEVEL : GP2Lt3/ advanced beginner

TGL/BLN/THN : 26 Juni 2008

JUDUL : PATOGENESIS TERBENTUKNYA TROMBUS PADA STENOSIS KATUB MITRAL (PENELITIAN OBSERVASIONAL ANALITIK DI RSUD Dr. Soetomo Surabaya)

NAMA PENELITI & SUMBER JOURNAL/THN :

Oleh: Romdoni, Rochmad
Email: library@lib.unair.ac.id; library@unair.ac.id
Faculty of Medical Airlangga University Dharmawangsa Dalam Surabaya Indonesia
PhD Theses dari JIPTUNAIR / 2007-09-28 12:04:59

ABSTRAK :

Penyakit jantung rematik masih merupakan masalah kesehatan yang penting di negara sedang berkembang. Penyakit jantung rematik yang mengenai katub mitral, misalnya stenosis katub mitral, prevalensinya paling tinggi dibandingkan penyakit katub yang lain, yaitu berkisar antara 25-45% dari semua kelainan jantung.

Dalam keadaan normal pembukaan area katub mitral sekitar 4-6 cm2. Pembukaan area katub mitral kurang dari 1.5 cm2 akan menyebabkan gangguan hemodinamik.

Pada stenosis katub mitral, selain terjadi perubahan hemodinamik juga terjadi perubahan reologi, yaitu perubahan sifat aliran darah dan terjadinya interaksi antara komponen darah. Perubahan reologi ini disebabkan oleh adanya perubahan aliran dari laminer atau lurus menjadi turbulen atau berputar.

Besarnya turbulensi aliran darah tergantung pada berat stenosis katub mitral. Semakin berat stenosis katub mitral maka gradien trans mitral semakin tinggi, dan daya hemodinamiknya juga semakin besar, sehingga semakin besar pula turbulensi aliran darah, maka efek mekanis pada endotel yang menyebabkan disfungsi endotel juga semakin besar.

Adanya disfungsi endotel di atrium kiri, yang menyebabkan hilangnya sifat non trombogenik endotel dan terjadinya stasis serta aktivasi sistem pembekuan darah, diduga merupakan faktor pencetus terbentuknya trombus campuran, yang komposisinya merupakan gabungan trombus putih dan trombus merah.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang patogenesis terbentuknya trombus di atrium kiri pada penderita stenosis katub mitral, dan tujuan khususnya membuktikan bahwa terdapat pengaruh tingginya derajat stenosis katub mitral dengan meningkatnya disfungsi endotel, meningkatnya aktivasi trombosit, meningkatnya viskositas darah, meningkatnya aktivitas koagulasi dan menurunnya aktivitas fibrinolisis.

Penelitian dilakukan secara observasional analitik dengan menggunakan rancangan penelitian case control atau kasus kelola. Kelompok kasus adalah penderita mitral stenosis berat dengan trombus di atrium kiri, dan penderita mitral stenosis ringan tanpa trombus, sedangkan kelompok kontrol adalah subyek normal.
Dilakukan kesamaan ciri umur dan jenis kelamin pada ketiga kelompok.

Variabel penelitian meliputi variabel bebas, variabel tergantung, variabel penyerta dan variabel kendali. Variabel bebas terdiri dari mitral stenosis berat dengan trombus dan mitral stenosis ringan tanpa trombus.

Variabel tergantung terdiri dari : 1) viskositas darah; dengan parameter kadar hemoglobin, jumlah eritrosit, kadar fibrinogen, agregasi eritrosit-Ma dan agregasi eritrosit-Mi; 2) aktivasi trombosit dengan parameter kadar PF-4 dan kadar R-tromboglobulin; 3) aktivasi koagulasi dengan parameter kadar trombin bebas dan 4) aktivasi fibrinolisis dengan parameter kadar FPA dan kadar FDP-D Dimer.

Variabel penyerta adalah disfungsi endotel dengan parameter kadar VCAM-1, sedangkan variabel kendali terdiri dari umur, jenis kelamin, penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes melitus, penyakit katub yang lain, perokok dan minum obat anti platelet atau obat anti koagulan, minum pil anti hamil, minum diuretika, fibrilasi atrial, pernah tindakan bedah katub mitral dan Ballon Mitral Valvuloplasty. Didapatkan 9 kasus mitral stenosis berat dengan trombus, 9 kasus mitral stenosis ringan tanpa trombus dan 9 kasus penderita kontrol.

Tahapan analisis data untuk menjawab permasalahan yang berdasar pada tujuan penelitian meliputi analisis statistik deskriptif, uji Anova dengan model one-way maupun two-way, dan analisis trend linear.

Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok mitral stenosis berat dengan trombus, kelompok mitral stenosis ringan tanpa trombus dan kelompok kontrol pada parameter VCAM-1 untuk variabel disfungsi endotel, parameter PF-4 dan 13-TG untuk variabel aktivitas trombosit, parameter hemoglobin, eritrosit, fibrinogen, agregasi eritrosit-Ma dan agregasi eritrosit-Mi untuk variabel viskositas darah, parameter trombin bebas untuk variabel aktivitas koagulasi dan parameter FPA dan FDP-D untuk variabel aktivitas fibrinolisis (p <0,05).>

KESIMPULAN :

Peningkatan derajat stenosis katub mitral akan meningkatkan stasis dan turbulensi di atrium kiri yang kemudian akan meningkatkan disfungsi endotel, aktivitas trombosit, viskositas darah, koagulasi dan menurunkan aktivitas fibrinolisis.
Meningkatnya derajat stenosis katub mitral akan meningkatkan pula terbentuknya trombus campuran di atrium kiri, yang komposisinya merupakan gabungan dari trombus putih dan trombus merah

SARAN :

Perawat perlu memahami pengetahuan terbentuknya trombus pada pasien mitral steosis.


Patofisiologi Batuk

Patofisiologi Batuk

Dr. Tjandra Yoga Aditama

Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Unit Paru RS Persahabatan, Jakarta

PENDAHULUAN

Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang ada. Batuk adalah refleks normal yang melindungi tubuh kita(1-4). Tentu saja bila batuk itu berlebihan, ia akan terasa amat mengganggu. Penelitian menunjukkan bahwa pada penderita batuk kronik didapat 628 sampai 761 kali batuk/hari. Penderita TB paru jumlah batuknya sekitar 327 kali/hari dan penderita influenza bahkan sampai 154.4 kali/hari(3).

Penelitian epidemiologi telah menunjukkan bahwa batuk kronik banyak berhubungan dengan kebiasaan merokok. Duapuluhlima persen dari mereka yang merokok 1/2 bungkus/hari akan mengalami batuk-batuk, sementara dari penderita yang merokok 1 bungkus per hari akan ditemukan kira-kira 50%

yang batuk kronik. Sebagian besar dari perokok berat yang merokok 2 bungkus/hari akan mengeluh batuk-batuk kronik.

Penelitian berskala besar di AS juga menemukan bahwa 8 –22% non perokok juga menderita batuk yang antara lain disebabkan oleh penyakit kronik, polusi udara dan lain-laint.

REFLEKS BATUK

Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu reseptor batuk, serabut saraf aferen, pusat batuk, susunan saraf eferen dan efektor (tabel 1)β-5)

Batuk bermula dari suatu rangsang pada reseptor batuk.Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor didapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga,lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial dan diafragma(6).

Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus Vagus,yang mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura,lambung dan juga rangsang dari telinga melalui cabang Arnold dari n. Vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus menyalurkan rangsang

dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma(4-5)

Oleh serabut aferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di medula, di dekat pusat pemapasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut eferen n. Vagus, n. Frenikus, n. Interkostal dan lumbar, n. Trigeminus,

n. Fasialis, n. Hipoglosus dan lain-lain menuju ke efektor.

Efektor ini terdiri dari otot-otot laring, trakea, brrmkus,diafragma, otot-otot interkostal dan lain-lain. Di daerah efektor inilah mekanisme batuk kemudian terjadi(4-5).

MEKANISME BATUK

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi.

Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat

yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu(5,7,8).

Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara

yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50%dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua,volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah(3).

Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini,tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50 – 100mmHg.

Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar

daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis(4,5).

Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi

yang maksimal akan tercapai dalam waktu 30–50 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap' Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%(2).

PENYEBAB BATUK

Batuk dapat terjadi akibat berbagai penyakit/proses yang merangsang reseptor batuk. Selain itu, batuk juga dapat terjadi pada keadaan-keadaan psikogenik tertentu. Tabel 2 akan menyajikan beberapa penyebab batuk denganberbagai contohnya.Tentunya diperlukan pemeriksaan yang seksama untuk mendeteksi

keadaan-keadaan tersebut. Dalam hal ini perlu dilakukan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik, dan mungkin juga pemeriksaan lain seperti laboratorium darah dan sputum,rontgen toraks, tes fungsi paru dan lain-lain(2,3).

KOMPLIKASI

Komplikasi tersering adalah keluhan non spesifik seperti badan lemah,anoreksia, mual dan muntah. Mungkin dapat terjadi komplikasi-komplikasi yang lebih berat, baik berupa kardiovaskuler,muskuloskeletal atau gejala-gejala lain(2-4).

Pada sistem kardiovaskuler dapat terjadi bradiaritmia, perdarahan subkonjungtiva, nasal dan di daerah anus, bahkan ada yang melaporkan terjadinya henti jantung. Batuk-batuk yang hebat juga dapat menyebabkan terjadinya pneumotoraks,pneumomediastinum, ruptur otot-otot dan bahkan fraktur iga(4,5).Komplikasi yang sangat dramatis – tetapi jarang terjadi –

adalah Cough syncope atau Tussive syncope. Keadaan ini biasanya

terjadi setelah batuk-batuk yang paroksismal dan kemudian penderita akan kehilangan kesadaran selama ± 10 detik. Cough syncope terjadi karena peningkatan tekanan serebrospinal secara nyata akibat peningkatan tekanan intratoraks dan intraabdomen

PENUTUP

Batuk adalah mekanisme pertahanan tubuh yang berguna untuk membersihkan saluran trakeobronkial. Batuk yang tidak efektif dapat menimbulkan berbagai efek yang tidak menguntungkan berupa penumpukan sekret yang berlebihan,

atelektasis, gangguan pertukaran gas dan lain-lain. Batuk yang tidak efektif mungkin terjadi karena gangguan di saraf aferen,pusat batuk atau di saraf eferen yang ada.Batuk yang berlebihan akan terasa mengganggu. Penyebab batuk juga amat beragam, mulai dari kebiasaan merokok sampai pada berbagai penyakit baik di paru maupun di luar paru. Keluhan batuk juga dapat menimbulkan berbagai komplikasi mulai dari yang ringan sampai yang berat.